Menurut nasab yang sudah tersusun
rapi di dalam keluarga, Hadrotus-Syaikh Muhammad Utsman adalah seorang sayyid
dan seorang habib, sebab itu yang mengandung beliau adalah keturunan Maulana
Muhammad Ainul Yaqin Al-mulaqqob bi Sunan Giri bin Maulana Ishaq Al-Husaini dan
ayah beliau adalah keturunan Sunan Gunung Jati juga Al-husaini. dengan demikian
hadrotus-syaikh Muhammad Utsman Al-Ishaqi anak cucu Rosululloh saw.
Hadrotus-Syaikh dilahirkan di
Jatipurwo Surabaya pada hari Rabu bulan Jumadil Akhiroh tahun 1334 H.
setelah beliau bertapa selama 16
bulan di dalam rahim ibu beliau dan selama di dalam rahim ibu beliau sering bersin,
di dalam bahasa Arab di sebut Al-Atthos, dan sejak kecil keistimewaan dan
kekeramatan beliau sudah nampak setelah Hadrotus-Syaikh sudah bisa berjalan.
Beliau selalu tidak ada dirumah setelah Maghrib, dan baru pulang setelah jam 11
malam badan beliau penuh dengan lumpur. Ternyata setelah diselidiki, beliau
berada di sungai didekap oleh seekor Buaya Putih.
Setiap malam Hadrotus-Syaikh selalu
tidur di surau (langgar) bersama nenek beliau Kyai Abdulloh, selain nenek
beliau tidak ada seorangpun yang berani mendapingi sewaktu beliau tidur, karena
dari mata beliau memancarkan sinar terang seakan-akan mau menembus Iangit
bagaikan lampu sorot (battery).
Ketika beliau berumur 6 sampai 7
tahun, pada suatu malam nampak bulan-bulan yang banyak turun dari langit seraya
memancarkan sinarnya menuju Hadrotus-Syaikh dan mengitari beliau dari segala
arah.
Sejak beliau berumur 4 tahun setiap
pagi pada Jam 3.00. Istiwa' beliau keluar rumah menuju Masjid Jami' Ampel
Surabaya diantar oleh kakak perempuan beliau Nyai Khodijah untuk membaca tarhim
(memanggil-manggil sholat fajar) sampai datang waktu Shubuh di menara Masjid.
Setiap kali beliau sampai dipintu
gerbang Ampel beliau selalu disambut anak-anak kecil yang banyak sekali memakai
kopyah putih semua, setelah beliau sampai di masjid anak-anak kecil tersebut
hilang entah kemana. Dan baru muncul kembali sewaktu beliau hendak pulang dari
masjid pada jam 7.00 pagi untuk mengantarkan beliau ke pintu gerbang. Dan
setelah itu mereka menghilang kembali, demikian cerita Nyai Khodijah dan Kyai
Anwar.
Ketika beliau umur 7 tahun, beliau
sudah mengkhatamkan Al-Qur'an 3 kali dibawah asuhan nenek beliau Kyai Abdullah.
Kemudian beliau di khitan (sunat). Barulah beliau berpindah mengaiji ke Kyai
Adro'i Nyamplungan, sejak itu sepulangnya beliau dari Ampel, beliau terus
menuju ke Nyamplungan untuk mengaji Al-Qur'an, setelah itu beliau menuju ke
madrosah Tashwirul Afkar di Gubbah untuk mengaji agama, dan baru pulang setelah
jam 10.0 pagi.
Seharinya beliau hanya mendapatkan
sangu 5 Sen yang berlobang tengah yang beliau tempelkan di kancing baju.
Pernah selama 4 talaun
Hadrotus-Syaikh tidak makan kecuali daun-daunan dan buah-buahan dan hanya minum
air masak saja. Pada waktu itu beliau tentukan belanja beliau hanya 1/2 Sen.
Beliau mengatakan, pada waktu saya masih kecil pada suatu hari saya bernafsu
sekali ingin makan, maka sayapun makan sekenyang kenyangnya, tetapi sebagai
dendanya Saya harus mengkhatamkan Al-Qur'an satu kali duduk. Dan beliau
mengatakan: Pada suatu hari saya menangisi diri saya karena ketika saya sholat
saya ingat layang-layang, padahal saya sudah berumur 12 tahun, berarti 3 tahun
lagi saya sudah baligh dan Mukallaf, bagaimana kalau saya masih ingat pada
layang-layang pada waktu sholat ?!
Kyai Ahmad Asrori Kholifatus Syaikh
Muhammad Utsman Al-Ishaqi mengatakan kepada kami, bahwa ayah beliau pernah
mengatakan : Ketika saya menginjak umur 13 tahun, mata saya melihat Ka'bah di
Makkah secara rel dan nyata. Maka mata sayapun saya usap berkali-kali (saya
ucek-ucek), tetapi tetap saja yang nampak hanyalah Ka'bah di Makkah. Kemudian
saya berpikir, mungkin mata saya sudah rusak, dan saya minta dibelikan kaca
mata khusus untuk melihat, akan tetapi hasilnya sama saja. Ka'bah di Makkah
tetap nampak di pelupuk mata saya, Kata Kyai Asrori : Itulah awal kasyaf yang
dialami oleh Hadrotus-Syaikh, dan sejak itu kata Hadrotus-Syaikh saya melihat
orang dengan segala kepribadiannya, ada yang menyerupai Srigala ada yang
seperti Truwelu, ada yang seperti Babi, seperti Ayam, Kucing dan lain
sebagainya menurut pembawaan nafsunya masing-masing, tetapi saya tidak berani
berkata terus terang, sebab itu adalah rahasia seseorang.
Pada suatu hari Hadrotus-Syaikh
sampai larut malam tidak pulang dari Madrasah seperti biasanya pada jam 10.00
pagi, maka ributlah orang-orang tua mengkhawatirkan beliau. Maka imam Roudloh
Kyai Nur atas izin orang tua beliau berangkat mencari beliau, dan oleh karena
diberitakan bahwa Hadrotus-Syaikh berada di pondok Kyai Khozin Panji, maka Kyai
Nur pun berangkat ke sana. Tetapi sesampai Kyai Nur di Siwalan Panji,
Hadrotus-Syaikh sudah Pindah ke pondok Kyai Munir Jambu Madura.
Setelah orang tua beliau mendengar
demikian itu, beliau mengatakan: tidak usah mencari Utsman, yang penting dia
sehat.
Setelah beberapa lama tinggal di
pondok, beliau sakit keras, maka terpaksa beliau pulang kerumah. Dan setelah
berobat Al-hamdulillah beliau sembuh kembali. Kemudian Hadrotus-Syaikh
dipondokkan ke Kyai Hasyim Asy’ari di Tebu Ireng, selanjutnya beliau
dipondokkan ke Kyai Romli Peterongan Jombang. Pada waktu itu Hadrotus-Syaikh
benar-benar terikat, beliau mengatakan : sewaktu saya dikirim oleh orang tua
saya kepondok, sarung saya hanya satu lembar, apabila najis maka saya memakai
tikar sebagai gantinya untuk sholat. Dan selama saya di pondok, saya tidak pernah
pulang ke rumah kecuali badan saya sudah kurus benar. Sebab apabila saya pulang
dan badan saya gemuk, saya di marahi oleh orang tua dan nenek.
Pernah pada suatu hari saya pulang
badan saya gemuk, spontan nenek saya mengatakan: Kalau kau tinggal dipondok.
untuk makan dan mimurn. Lebih baik tinggal dirumah saja.
Ketika Hadrotus-Syaikh pulang dari
pondok, pada suatu hari beliau menyaksikan adanya hubungan-hubungan khusus yang
diselenggarakan oleh tujuh orang pemuda dan tujuh orang pemudi setiap hari
disamping musholla di muka rumah beliau, maka beliau melihat hal yang tidak
senonoh ini akhirnya beliau adukan kepada Kyai Romli dengan mengatakan : yai !
saya melihat ada mutiara di dalam air yang keruh dan najis, apakah saya harus
mengentasnya (menyelamatkanya)? Kyai Romli menjawab: Entaslah wahai Utsman!
dengan syarat hatimu tidak berpaling kepadanya, kalau hatimu berpaling
kepadanya, maka kau tidak akan berjumpa denganku besok di Mahsyar.
Maka beliaupun mengumpulkan pemuda
dan pemudi yang 14 orang itu dirumah beliau setiap malam, beliau ikuti
pembicaraan-pembicaraan mereka yang intim itu sambil beliau masuk-masukkan
(sesel-seselkan) urusan keagamaan mereka, dan beliau peringatkan tentang siksa Allah
ta’ala. sampai akhirnya taubat dengan taubat nasuha (taubat yang pokok).
Hadrotus-Syaikh pernah diadukan oleh
seorang ulama kepada Kyai Romli karena beliau mengadu ayam, Kyai Romli menjawab
: Saya tidak berani melarangnya dan Kyai tidak usah meniru mengadu ayam. Kawan
dekat Hadrotus-Syaikh bernama Kyai Haji Hasyim Bawean menceritakan kepada kami
bahwa Hadrotus-Syaikh dibai'at oleh Kyai Romli pada hari Rabu 16 Sya’ban tahun
1361 H atau 1941 M. Setelah beliau dibai'at selama satu minggu beliau menyusun
silsilah Thoriqoh Qodiriyah dan Naqsyabandiyyah atas perintah Kyai Romli di
namakan "TSAMROTUL FIKRIYYAH" .
Hadrotus-Syaikh mengatakan : saya dibai'at oleh Kyai Romli atas permintaan Kyai Romli sendiri. Pada waktu itu saya dimasukkan kekamar Kyai dan didudukkan di atas Burdah yang putih bersih di atas tempat tidur Kyai dan dipinjami Tasbih. padahal waktu itu kaki saya berlumpur karena hujan, karena sudah menjadi Tradisi, setiap kali saya masuk kerumah Kyai, kaki saya pasti telanjang tanpa alas kaki. Dengan demkian, sebelum saya jadi murid saya adalah Murod dan sebelum saya menjadi tholib saya adalah Mathlub.
Hadrotus-Syaikh mengatakan : saya dibai'at oleh Kyai Romli atas permintaan Kyai Romli sendiri. Pada waktu itu saya dimasukkan kekamar Kyai dan didudukkan di atas Burdah yang putih bersih di atas tempat tidur Kyai dan dipinjami Tasbih. padahal waktu itu kaki saya berlumpur karena hujan, karena sudah menjadi Tradisi, setiap kali saya masuk kerumah Kyai, kaki saya pasti telanjang tanpa alas kaki. Dengan demkian, sebelum saya jadi murid saya adalah Murod dan sebelum saya menjadi tholib saya adalah Mathlub.
Dalam kesempatan lain
Hadrotus-Syaikh mengatakan untuk menghadiri Majlis Khusus atau wirid Khataman
selama 4 tahun saya terus menerus berjalan kaki memakai klompen dari Surabaya.
ke Paterongan, barulah kadang-kadang saya naik kendaraan setelah ketahuan Kyai
Hasyim Asy'ari di Mojoagung dan beliau mengatakan : jangan jalan kaki
terus-menerus Utsman. Selanjutnya Kyai Hasyim Bawean mengatakan pada adik waktu
terjadi Perang Dunia II tahun 1942 M Hadrotus-Syaikh sekeluarga pindah
sementara ke Peterongan, kalau siang hari berada di dalam pondok.
Pada suatu hari, hari Selasa beliau
disuruh menghadap Kyai Romli pada jam 2.00 malam untuk diangkat menjadi mursyid
Thoriqoh Al-Qodiriyah Wan Naqsyabandiyyah, Hadrotus-Syaikh waktu itu mengatakan
"tidak kuat Kyai" tetapi Kyai Romli tet'ap melaksanakan perintah Allah
kemudian mengusapkan tangannya diatas kepala Kyai Utsman radliyallahu ‘anhu
seketika itu pula Hadrotus-Syaikh jatuh tidak sadarkan diri dan langsung jadzab
Selama satu minggu Hadrotus-Syaikh mengalami jadzab beliau tidak makan, tidak
minum, tidak tidur, tidak buang air besar maupun kecil dan tidak sholat, wajah
beliau cantik sekali bagaikan Bulan Purnama, tidak seorang pun yang berani
melihat wajah beliau yang Cantik itu.
Setelah Hadrotus-Syaikh mengalami
jadzab satu minggu, beliau berkata kepada Kyai Hasir Bawean : nanti malam akan
datang tamu-tamu banyak sekali tidak perlu suguhan makanan atau minuman, maka
pada jam 8.00 kurang sepuluh menit malam Hadrotus-Syaikh sudah siap menerima tamu
dikamar, dan menghadap kepintu, tidak lama kemudian beliau mengucapkan :
Waalaikumussalam, Walaikumussalam. selama kurang lebih lima menit, dan nampak
seakan-akan. Hadrotus-Syaikh menjabat tangan orang-orang sambil menundukkan
kepala, kemudian beliau mengatakan : Mulai hari ini saya ditetapkan sebagai
mursyid langsung oleh Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dan Nabiyulloh Khidir radliyallahu
‘anhu Serta oleh sejumlah Masyayikh Al-Qodiriyah Wan Naqsyabandiyyah, dan sejak
sekarang saya di izinkan untuk membai’at. sambil menyerahkan sepucuk kertas
kepada Kyai Hasyim. Kemudian Hadrotus-Syaikh menghadap kebarat sekali lagi dan
mengucapkan na’am na’am tepat pada jam 8.00 lebih 5 menit malam itu
Hadrotus-Syaikh berdiri menuju kepintu, setelah diam sejenak beliau mengucapkan
wa'alaikumussalan, wa'alaikumussalam, kemudian oleh Kyai Hasyim, Khadrottus
Syaikh disuruh mandi setelah satu minggu tidak mandi dan ketika itulah Kyai
Hasyim cepat-cepat pergi ke Kyai Romli untuk mengantarkan sepucuk kertas tadi,
dan Kyai Romli spontan menemuinya di luar rumah seraya mengatakan: Ada apa? ada
apa? ada apa? Ketika Kyai Romli membaca sepucuk kertas itu spontan Kyai
mengatakan dengan bahasa Madura yang maksudnya : Alhamdulillah sekarang saya
punya anak yang bisa menggantikan saya (sampai 3 kali).
Orang tua Hadrotus-Syaikh juga
pernah menyatakan hal-hal kepada salah seorang habib bahwa Hadrotus-Syaikh
telah mendapatkan ijazah dari Syaikh Abdul Qodir Jailanil radliyallahu ‘anhu,
untuk berdakwah dan diangkat sebagai kholifahnya tanpa perantara, pernyataan
ini disampaikan pada tahun 1947 M.
Pada waktu Hadrotus-Syaikh tinggal
di Rejoso ada seorang tukang adu ayam kawa'an yang sangat populer di Jombang
bernama Wak Sud dia memiliki jago-jago yang khusus untuk di adu,
Hadrotus-Syaikh tertarik untuk menundukkan orang ini melalui adu ayam, maka
beliau membawa ayam beliau ke Wak Sud dan dia menjawab ajakan Hadrotus-Syaikh
dengan mengatakan: Apa bila jagomu menang melawan jagoku maka semua kekayaanku
adalah milikmu, sebaliknya apa bila jagomu kalah saya tidak menuntut apa-apa
darimu, maka Hadrotus-Syaikh menjawab: Apa bila jagomu menang kemudian kau
ambil kekayaanku memang saya tidak mempunyai sesuatu yang patut disebut, dan
apabila sebaliknya jagoku yang menang maka saya sama sekali tidak butuh kepada
kekayaanmu sama sekali, Pokoknya begini Apabila jagoku menang kamu harus tunduk
dan patuh dibawah perintahku, dan wak Sud setuju. Dengan kekuasaan Allah subhanahu
wa ta’ala. menanglah jago Hadrotus-Syaikh sekalipun kurus kecil dan lemah
sekali sangat kontras dengan jagonya wak Sud yang kekar dan gagah itu, maka
waktu Kyai Romli melihat wak Sud melakukan sholat. Kyai Romli memegang pundak
Hadrotus-Syaikh dari belakang seraya mengatakan: Apa yang kamu lakukan terhadap
wak Sud wahai Utsman sehingga dia mendatangi sholat Jum’at, pada hal saya tidak
mampu menundukkannya ?.
Dipeterongan Hadrotus-Syaikh tinggal
di desa Ngelunggih tidak jauh dari Rejoso atas saran Kyai Romli dengan maksud
agar beliau menjadi Imam di Ngelunggih, akibatnya murid-murid Kyai Romli banyak
yang pindah he Ngelunggih untuk mendapatkan barokah dari Hadrotus-Syaikh serta
ilmu beliau.
Akhirnya Hadrotus-Syaikh disuruh
pindah oleh Kyai Romli ke salah satu desa dekat Gunung Lawu di Ngawi. Ketika
Hadrotus-Syaikh sampai dilereng Gunung Lawu sangu beliau tinggal Rp. 1.70 (satu
rupiah tujuh puluh sen) tidak cukup untuk membeli beras 1 liter, maka untuk
mendapatkan rizqi yang samar, beliau Setiap hari : mengunjungi pesarean yang
paling di kenal oleh orang di desa itu. Karena beliau cinta dan hobby melakukan
ziarah akhirnya atas kemurahan Allah beliau sekeluarga mendapatkan rizgi yang
tidak diduga sebelumnya, diantara orang kampung ada yang mengundang beliau
untuk mengikuti tahlilan ada yang minta barokah do’a, ada yang minta fatwa,
sampai akhirnya Hadrotus-Syaikh menjadi populer di desa itu dan kemudian
menjadi imam di desa itu.
Diantara kekeramatan Hadrotus-Syaikh
di desa tersebut, beliau bermimpi berjumpa dengan Hadrotus-Syaikh Kyai Hasyim
Asy’ari Tebu Ireng berpamitan kepada beliau dengan mengatakan: Saya duluan
Utsman. tahu-tahu pada esok harinya beliau mendengar berita bahwa Kyai Hasyim
Asy’ari meninggal dunia (pulang kerahmatullah).
Menjelang meletusnya Madiun Effer
(peristiwa Madiun pada tahun 1948 M Hadrotus-Syaikh berkali-kali menerima surat
serta saran agar beliau pulang saja ke Surabaya karena situasinya tidak mungkin
aman di daerah itu. Mendengar pulangnya Hadrotus-Syaikh ini, sebagian besar
penduduk di lereng Gunung Lawu itu keberatan ditinggalkan Hadrotus-Syaikh;
karena mereka memerlukan do’a, ilmu, serta barokah dari beliau bahkan ada yang
berjanji memberikan 20 hektar kebun kepada Hadrotus-Syaikh agar beliau sudi
tetap tinggal di desa itu. Tetapi setelah beliau melakukan istikhoroh akhirnya
beliau menetapkan kembali ke Surabaya.
Sumber Artikel: http://yaiutsmanal-ishaqira.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan pesan disini